LD Online - Jakarta – Gugatan wanprestasi sejumlah nasabah korban PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) dinyatakan menang oleh PN Jakarta Pusat. Keputusan PN Jakarta Pusat yang diperjuangkan bersama Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) melalui Penasehat Hukum PPWI, Advokat Dolfie Rompas, S.Sos, S.H., M.H., & Partners, itupun telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak akhir Juli 2021. Namun demikian, hingga hari ini para penggugat wanprestasi terhadap BUMN itu belum menerima pengembalian dana polis yang mereka tuntut dari Jiwasraya.
Tidak putus asah dengan kondisi demikian, perwakilan para korban yang tuntutannya dikabulkan pengadilan mendatangi lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Selasa, 21 Maret 2023. Kedatangan mereka ke lembaga pengawas pelaksanaan administrasi lembaga-lembaga pengelola keuangan negara itu dimaksudkan untuk mengadukan nasib para korban salah urus PT. Asuransi Jiwasraya.
“Kali ini kami ingin menjajaki peluang untuk berjuang melalui jalur Ombudsman karena melalui jalur hukum dengan cara menggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengalami kebuntuan,” ujar salah satu perwakilan nasabah Jiwasraya, Istia Umi Nurlela, usai menghadap Ombudsman, 21 Maret 2023.
Kepada jaringan media se-nusantara, Ibu Istia, demikian ibu paruh baya ini akrab disapa, menceritakan perjuangan panjang yang mereka lakukan dalam menuntut hak mereka dari perusahaan negara itu. “Setelah mendapat putusan pengadilan yang sudah inkracht, nasabah mendatangi Kantor Pusat Jiwasraya di Jalan Juanda, di seberang Istana Negara, untuk menagih uang yang harus dibayar perusahaan asuransi itu atas perintah putusan Pengadilan yang sudah inkracht. Ternyata pihak Jiwasraya melalui Direktur Utama PT. Asuransi Jiwasraya, Bapak Angger Yuwono, mengatakan bahwa sudah tidak ada cash flow lagi untuk memenuhi kewajiban melaksanakan putusan pengadilan. Malah dia bersedia menghadapi upaya hukum jika nasabah ingin melakukan upaya hukum selanjutnya, karena kewenangannya sudah ditarik ke Kementerian,” kisah Istia yang diiyakan oleh rekan-rekan perwakilan lainnya.
PT. Asuransi Jiwasraya, tambahnya, terlihat benar-benar sengaja mengabaikan putusan inkracht pengadilan. Jelas sekali apa yang disampaikan Direktur Utama Jiwasraya tidak sepatutnya disampaikan kepada nasabah, karena nasabah adalah pihak yang mengikat perjanjian dengan Jiwasraya, dimana Jiwasraya telah wanprestasi dan harus bertanggung jawab atas pengembalian uang nasabah.
Pada pertemuan pertama dengan ORI seminggu sebelumnya, para nasabah korban Jiwasraya diwakili tiga orang. Mereka diterima oleh salah satu Komisioner Ombudsman, Yeka Hendra Fatikan. Dalam pertemuan tersebut, pihak ORI menjelaskan tentang tugas dan fungsi Ombudsman Republik Indonesia.
“Menurut Bapak Yeka Hendra Fatika bahwa jumlah pengaduan kepada Ombudsman RI ada 700 aduan terkait asuransi sehingga cukup merepotkan dalam pengklasifikasiannya. Hari ini, Selasa tanggal 21 Maret 2023, kami datang kembali hendak melengkapi kekurangan bukti-bukti yang diperlukan untuk kelengkapan pengaduan para korban,” ungkap Istia.
Pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, ditegaskan bahwa tugas dan fungsi Ombudsman RI adalah mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara, maupun badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Berdasarkan ketentuan ini, sudah tepat sekali jika nasabah korban Jiwasraya mengadukan perusahaan itu kepada Ombudsman karena diduga kuat telah terjadi maladministrasi oleh Badan Usaha Milik Negara yang notabene mengelola dana negara tersebut.
Selama ini nasabah Jiwasraya berjuang dan berupaya untuk mengembalikan uang tabungannya yang berasal dari bekerja puluhan tahun dan ditabung di dalam deposito bank yang bekerjsama dengan Jiwasraya. Setelah sejumlah nasabah ikut program saving plan yang dikelola beberapa bank milik negara dan swasta yang berkolaborasi dengan perusahaan asuransi Jiwasraya, tiba-tiba manajemen BUMN itu mengeluarkan pemberitahuan bahwa Jiwasaraya mendapat tekanan likuidasi sehingga berakibat gagal bayar. Hal itu tentu saja membuat jutaan nasabah Jiwasraya terkejut dan dan panik, terutama bagi mereka yang seluruh tabungannya disimpan di Jiwasraya.
Cara penyelesaian masalah yang sama sekali tidak melibatkan nasabah sangat disesalkan, sehingga nasabah tidak mendapat informasi yang benar. Kebijakan restrukturisasi yang menurut pihak Jiwasraya merupakan solusi terbaik bagi semua pihak, justru menjadi malapetaka bagi nasabah, terutama karena dipaksa tanpa diberikan pilihan lain yang berpihak kepada nasabah.
Kedatangan nasabah korban PT. Asuransi Jiwasraya ke Ombudsman adalah untuk memenuhi hak konstitusi yang sudah ditetapkan di dalam Undang Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang ORI, yakni melaporkan dugaan maladministrasi PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebagaimana fungsi dan kewenangannya, ORI diharapkan dapat melakukan investigasi dan pemeriksaan terhadap manajemen Asuransi Jiwasraya dan memberikan rekomendasi kepada atasan terlapor, yakni kepada Menteri BUMN, Kementerian Keuangan, dan Presiden Republik Indonesia serta DPR-RI.
Selain telah mendapatkan putusan inkracht dari PN Jakarta Pusat, para nasabah korban Jiwasraya juga datang ke ORI berbekal janji Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, yang pernah berjanji dalam LKPP tahun 2020 dan IHPS tahun 2021, bahwa pihaknya akan menindaklanjuti permintaan nasabah yang tidak ikut restrukturisasi. Tapi faktanya sudah tahun ke-3 sejak janji itu dikeluarkan, belum terlihat tanda-tanda Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan pembayaran uang premi nasabah yang dituntut para korban maladministrasi pengelolaan Jiwasraya.
Sebetulnya, Negara melalui Kementerian Keuangan dan BUMN tidak perlu kesulitan untuk menyelesaikan masalah Jiwasraya karena sudah diterbitkan beberapa perangkat hukum dan peraturan yang menjadi dasar pembayaran dana nasabah, seperti:
1. Rekomendasi BPK-RI tentang LKPP tahun 2020;
2. Rekomendasi DPD-RI Panja Jiwasraya tahun 2022;
3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 69/POJK.05/2016 Pasal 40 ayat (3); dan
4. Keputusan PN Jakarta Pusat yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkracht, yang sudah dua kali aanmaning dan permintaan sita eksekusi aset.
“Harapan kami semoga melalui Ombudsman RI, perjuangan kami akan berhasil sebagaimana amanat Undang-Undang Ombudsman RI, dan kepada Menteri yang memikul tanggung jawab akan melaksanakan sejalan dengan Sumpah Jabatan Menteri saat dilantik, yaitu setia kepada UUD 1945 serta akan menjalankan segala peratuan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti kepada bangsa dan negara,” pungkas Istia dan rekan-rekanya penuh harap. (APL/Red/LD).
0 Komentar